Momentum 17 Agustus 2010
Pelayanan KRL Commuter Jabodetabek yang menyebalkan
Koordinasi Pelayanan KRL Stasiun Senen Tidak Profesional
Agus Cahyono - suaraPembaca
/ilus ist. Jakarta - Saya salah satu pegawai negeri di instansi pemerintah di bilangan Sawah Besar Jakarta Pusat. Beberapa hari terakhir sebelum bulan puasa mencoba menggunakan alternatif jasa angkutan KRL Commuter Jakarta - Bekasi. Kadang Senen - Tg Priok.
Karena ada keperluan keluarga pada Rabu, 4 Agustus 2010 saya berencana pergi ke Tanjung Priok menggunakan jasa KRL AC Ekonomi Bekasi - Tg Priok yang biasanya menurut jadwal berangkat pukul 16.45 dari Stasiun Bekasi dan sekitar pukul 17.15 lewat Stasiun Senen. Sesampai di Kasir pada pukul 17.10 saya membeli tiket dengan menanyakan terlebih dahulu kepada petugas kasir (laki-laki) apakah KRL tujuan Priok sudah lewat. Setelah berpikir sejenak kemudian petugas tersebut memberikan tiket dan uang kembalian kepada saya. Saat itu ada dua kasir yang bertugas. Seorang lagi perempuan.
Menunggu dan menunggu hingga pukul 17.30 KRL yang ditunggu tidak kunjung tiba. Saya perhatikan ada beberapa KRL yang berhenti dan lewat di antaranya beberapa tujuan Jakarta Kota yang saya ketahui dari pengumuman petugas stasiun. Hingga pukul 17.45 KRL yang ditunggu belum tiba. Padahal jam segitu biasanya KRL sudah harus masuk Stasiun Tg Priok.
Masih setia menunggu hingga saya tertegun ketika ada rangkaian KRL yang berlalu begitu saja. Dalam hati saya bertanya, "koq ada KRL yang tidak berhenti di Stasiun Senen?" Padahal setahu saya hanya KRL Ekspres yang tidak berhenti di semua stasiun. Apalagi sekelas Stasiun Senen. Suatu stasiun yang cukup besar untuk perhentian KRL ekonomi baik ekonomi biasa maupun ekonomi AC.
Akhirnya saya menanyakan kepada petugas yang membawa alat komunikasi dan dijawab, "mungkin sudah berlalu Pak," dan disarankan untuk menemui petugas PPKA atau petugas yang memberikan pengumuman lalu lintas kereta. Oleh petugas saya dijelaskan bahwa setelah berkoordinasi dengan petugas tiket yang menyatakan tidak ada penumpang tujuan Tanjung Priok maka KRL tidak diberhentikan di Stasiun Senen.
Wah, sungguh suatu penjelasan yang tidak dapat diterima. Bukankah sudah merupakan prosedur tetap bila KRL harus berhenti di semua stasiun? Bagaimana bila ada penumpang yang ingin turun di stasiun tersebut apakah harus lapor kepada petugas tiket lebih dahulu di stasiun asal? Atau 'prosedur illegal' namun seolah menjadi 'prosedur tetap' untuk langsung bicara pada masinis layaknya naik bus kota untuk berhenti di stasiun atau tempat yang diinginkan?
Saya bukanlah awam dalam menggunakan jasa kereta api. Mulai dari bersekolah menengah zamannya naik KRD hingga naik ke atap-atap kereta sampai pulang pergi bekerja dan dinas di luar kota menggunakan jasa 'bayar di atas' tanpa tiket yang pelayanannya dirasa cukup setimpal dengan kualitas pelayanan saat itu.
Memang PT KAI sudah banyak berubah. Pelayanan jauh lebih baik daripada 20 tahun lalu. Namun, jangan lupa untuk tetap meningkatkan pelayanan dengan menerapkan sistem dan prosedur yang standar dan profesional dalam hal sekecil apa pun. Bukan seenaknya petugas. Mungkin uang Rp 4,500.00 tidak menjadi masalah bagi pegawai seperti saya dikembalikan penuh oleh petugas kasir yang tidak tahu menahu (karena petugasnya
sudah berganti, dua-duanya laki-laki).
Bila saja ada penumpang di atas kereta tidak kedapatan membawa tiket dikenakan denda sampai berkali-kali lipat. Lantas kalau ada penumpang yang sudah membeli tiket namun sang kereta hanya berlalu tidak berhenti kepada calon penumpang hanya dikembalikan harga tiketnya begitu saja? Bus kota, Metro Mini, dan taksi memang banyak di luar sana. Namun, betapa waktu dan tenaga penumpang yang teraniaya macam saya menjadi sia-sia. Belum lagi urusan yang menjadi terbengkalai.
Tentunya saya menjadi berpikir-pikir untuk menggunakan jasa moda kereta api sebagai moda transportasi utama. Terima kasih.
Agus Cahyono